KUTIPAN PENULIS

Lisa Ayu Lestari

Awal hidup

Perjalanan hidupku dimulai ketika mataku mulai membuka dan melihat dunia. Awalnya terasa kabur karena mataku telah tertutup selama berbulan-bulan lamanya. Terlihat olehku warna warni dunia dan orang-orang yang mengelilingiku. Siapakah mereka?? Dalam hati aku bertanya dengan terus menangis. Tubuhku terasa sangat kotor dan lengket. Namun seorang wanita dengan sabar memandikanku dengan sangat lembut, dan menyentuh kulitku yang masih sangat rentan dengan penuh kesabaran dan kelembutan. Aku tak terbiasa dengan air hangat yang merndam tubuhku, aku berusaha untuk menggeliat sekuat mungkin tapi tubuhku terlalu lemah dan kecil, akhirnya aku menyerah dan menikmati guyuran air hangat mengenai tubuhku. Setelah itu aku merasa tubuhku terangkat dan aku tengah barada di atas kain hangat yang ternyata akan membalut tubuhku. Aku merasa haus, dan akupun menangis. Wanita tadi menggendongku dan meletakkanku disebelah seorang wanita lain yang terlihat sangat bahagia memandangiku dengan penuh kasih sayang. Dia membelaiku dan memberiku ASI. Aku berhenti menangis dan tertidur lelap karena kekenyangan. Ketika aku terbangun. Aku mendengar alunan ayat-ayat yang merdu dilantunkan seorang laki-laki tepat ditelingaku, Apa itu?. Aku terdiam menikmati alunan merdu ayat-ayat tersebut, sesaat kemudian alunan ayat itu terhenti dan laki-laki itu menangis sambil terus menciumiku. Aku hanya diam dengan terus mengedipkan mataku. Siapa mereka?? Tersimpan tanya dalam benakku.

Sejak saat itu hari-hariku dipenuhi dengan senyuman kasih sayang sepasang manusia yang selalu mengajariku untuk memanggil mereka ayah dan ibu. Rumah yang sederhana itu mulai terisi dengan tangisanku setiap hari, gelak tawa orang-orang yang melihat tingkahku, nyanyian seorang ibu untuk temani ketenanganku, shalawat yang selalu dipanjatkan seorang ayah setiap kali aku merasa terganggu, dan kebahagiaan ayah dan ibu yang selalu berada disisiku dan menjagaku dengan sepenuh hati. Semakin hari, akupun semakin tumbuh. Aku mulai bisa melihat dengan jelas segala yang ada disekitarku, aku mulai mengingat dan mngenal orang-orang yang selalu berada disisiku, aku mulai bisa melafalkan kata Ibu dan ayah dengan jelas dan benar yang membuat orang yang ku panggil ibu sampai menitikkan air mata bahagia, aku mulai bisa tertawa hingga tergelak-gelak, aku mulai belajar tengkurap, merayap, duduk, berdiri dan berjalan bahkan aku sampai bisa berlari. Aku tumbuh menjadi balita yang sangat menggemaskan dengan pipiku yang tembem dan tubuhku yang bulat membuat gemas orang-orang disekitarku.

Sejak aku bisa mendengar dengan jelas,ibu dan ayahku selalu melantunkan ayat-ayat yang indah saat sore hari dan saat pagi menjelang. Mereka melantunkannya secara perlahan agar aku memperhatikan mereka. 5 kali sehari aku dibawa ayah dan ibu ke sebuah tempat yang mereka sebut sebagai musholla ataupun masjid. Tempat yang dipenuhi orang-orang yang melakukan gerakan secara bersama-sama dan dengan teratur. Awlanya aku hanya duduk dan melihat, namun lama-kelamaan aku mulai mengikuti gerakan itu dan dengan cepat aku menghafal gerakan-gerakan tersebut. Ayah dan ibu terlihat senang, lalu mereka membelikanku sebuah rok dan sebuah kain yang panjang hingga lututku dan saat aku memakainya yang terlihat hanya wajahku, warnanya putih bersih. Kain dan rok itu persis dengan yang dikenakan ibuku beserta orang-orang yang berada di masjid dan musholla.

Saat aku mulai berusia 3 tahun, ibuku membelikanku sebuah buku yang berisi dengan huruf yang asing bagiku. Aku bertanya, “Apa ini?”, dengan lembut ibuku menjawab, “Ini iqro’”. “iqro’? apa itu?”, tanyaku dengan polos, ibuku menjawab lagi, “ini adalah buku yang indah, ini adalah dasar agar kelak bisa menjadi orang yang bahagia, anak ibu pengen bahagia kan?”, aku mengengguk, lalu ibuku tersenyum, “ayo kita baca perlahan, ini namanya alif....... dan seterusnya ibuku mengajariku iqro’. Hingga saat aku mulai bersekolah di bangku taman kanak-kanak aku sudah tak asing lagi untuk mengaji. Dengan cepat aku sudah bisa membaca iqro’ dengan lancar. Seemenjak saat itu, ayah dan ibuku memperlakukanku berbeda. Setiap pagi sebelum matahari terbit, ayah membangunkanku dan mengajakku mandi, setelah selesai mandi, ibu dengan sabar mengenakan bajuku dan mengajariku mengenakan baju sendiri. Setelah itu kita semua berjalan beriringan menuju masjid untuk shalat Subuh berjama’ah. Seusai shalat aku dan ayah membaca iqro’ bersama namun terkadang ayah membaca iqro’ yang ukurannya lebih besar dan bacaannya sangat banyak, aku sempat bertanya kepada ayah apa ini iqro’, dan ayah menjawab itu adalah al qur’an. Setelah membaca kitab-kitab itu kami berjalan-jalan hingga matahari terbit. Setibanya di rumah ibu sudah menyiapkan makanan dan menyuruhku untuk mandi lagi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Setelah makan, aku mengecup pipi ibu dan mencium tangannya lalu aku berangkat dengan ayah, sesampainya di pintu gerbang aku mencium tangan ayahku dan mengucapkan Assalamualaikum, suatu bacaan yang diajarka ayahku agar aku mengucapkannya setiap bertemu orang, meninggalkan rumah, masuk rumah dsb, kalimat itu berfungsi sebagai salam.

Saat di sekolah aku bermain dengan teman-temanku dan belajar dengan riang gembira. Di sekolah aku diajarkan ilmu lain yang beragam, seperti ilmu hitung, ilmu membaca kalimat berbahasa indonesia, ilmu menggambar, seni, sampai ilmu bermain hehehe.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Aku pun tumbuh menjadi seorang remaja, seorang yang berbeda tak seperti dulu. Sekarang aku lebih mengikuti kemauanku yangg menggebu-gebu dibandingkan dengan kemauan orang tuaku.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes